Sequel dari cerpen: Sepenggal Kisah Masa Lalu :)
Cerpen ini sebenernya udah dibuat lama, tapi baru aku posting kali ini.
Happy reading ^^
***
Cerpen ini sebenernya udah dibuat lama, tapi baru aku posting kali ini.
Happy reading ^^
***
Disaat waktu berhenti
Mengikuti semua langkah-langkahku
Kau adalah satu-satunya
Yang kuharap hadir dalam hidupku
Disaat mentari berhenti
Mencoba menghangati tubuhku
Kau adalah satu-satunya
Yang kutunggu hadir dalam jiwaku
Menerangi semua
Sudut ruang hatiku
Memberikan kekuatan
Dalam setiap langkahku
Lagu cinta untukmu dari lubuk hatiku
Yang akan selalu ku nyanyikan sampai akhir hidupku
Lagu rindu untukmu dari dasar jiwaku
Yang akan slalu kunyatakan di seluruh hidupku
Disaat mentari berhenti
Mencoba menghangati tubuhku
Kau adalah satu-satunya
Menerangi semua
Sudut ruang hatiku
Memberikan kekuatan
Dalam setiap langkahku
Lagu cinta untukmu dari lubuk hatiku
Yang akan selalu ku nyanyikan sampai akhir hidupku
Lagu rindu untukmu dari dasar jiwaku
Yang akan slalu kunyatakan di seluruh hidupku
Menerangi semua
Sudut ruang hatiku
Memberikan kekuatan
Dalam setiap langkahku
Lagu cinta untukmu dari lubuk hatiku
Yang akan selalu ku nyanyikan sampai akhir hidupku
Lagu rindu untukmu dari dasar jiwaku
Yang akan slalu kunyatakan di seluruh hidupku
Suara
merdu Rio membuat Ify terpana. Ify sampai nggak bisa berkata-kata. Sementara
Rio meletakkan kembali gitarnya di samping tempat duduknya. Lalu berganti
menatap Ify.
Rio
menaikkan alisnya, “Kenapa lo?”
“Suara
lo bagus banget.” Sahut Ify kagum.
Rio
tersenyum. “Udah lama kok, Fy. Baru nyadar?” tanya Rio pe-de.
“Yee…baru
dipuji dikit aja udah terbang. Awas jangan tinggi-tinggi! Jatuhnya sakit lho.”
Rio
hanya menanggapinya dengan tawa.
“Mmm…Yo,
lagu yang tadi…beneran buat gue?”
“Bukan.
Buat nenek lo.” sahut Rio asal.
Ify
manyun.
“Ya
iya lah, Fy...buat lo. Lagu cinta untuk Alyssa.”
Kali
ini Ify tersenyum. Pipinya sedikit merona. Hari ini dia begitu bahagia karena
Vano-sahabat kecilnya dulu telah kembali. Rasanya memang seperti mimpi. Apalagi…sekarang
orang tua mereka telah menjodohkan mereka. Membuat kebahagiaan Ify semakin
lengkap.
“Yo,
gue nggak mimpi kan?” tanya Ify setelah lama mereka terdiam.
Rio
mengerutkan keningnya, “Memangnya kenapa?”
“Yaaa…gue
masih belum percaya aja kalo sekarang lo ada di sini, di samping gue.”
Rio
tersenyum sambil membelai lembut rambut Ify, “Lo nggak mimpi kok. Gue…akan
selalu ada di samping lo.” Ucap Rio lembut.
Ify
ikut tersenyum.
“Ya
udah, gue pulang dulu ya. Udah malem banget.” Kata Rio kemudian.
Ify
melirik jam tangannya. Ya…memang sudah jam sepuluh malam. Ify menghela napas
kecewa. Sebenarnya dia masih ingin terus bersama Rio.
Rio
mengambil gitarnya dan berdiri. Diikuti Ify. Ify mengantar Rio sampai ke pintu
gerbang rumahnya.
“Pamitin
ke Tante Rani sama Oom Fariz ya, Fy. Gue nggak enak ganggu mereka.”
Ify
mengangguk dan tersenyum, “Hati-hati ya…”
Rio
berjalan mendekati mobilnya.
“Rio!”
panggil Ify ketika Rio hendak membuka pintu mobilnya.
Rio
menoleh. Ify berlari mendekati Rio dan langsung mengecup pipi Rio dengan
lembut.
“Balesan
yang di bukit tadi…” bisik Ify pelan. Lalu Ify berbalik dan berlari masuk ke
rumahnya.
Rio
memegangi pipinya sambil tersenyum. Menatap Ify yang sudah memasuki rumah.
♥
♥ ♥
Matahari
terbit dari ufuk timur. Cahayanya sedikit masuk melalui jendela kamar Ify. Membuat
Ify terbangun dari mimpi indahnya. Ify mengambil jam wekernya di meja samping
tempat tidur. Pukul 05.35.
Setelah
semua nyawanya terkumpul, Ify bergegas ke kamar mandi. Dua puluh menit berlalu.
Ify keluar dari kamar mandi dan berpakaian. Ify memandang wajahnya di depan
cermin. Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai dengan dihiasi bando berwarna
putih.
“Mmm…udah
cantik belum ya?” gumam Ify sambil meneliti dandanannya. Dandanan sederhana
khas anak SMA pada umumnya. Hanya memakai bedak tipis dan lipgloss di bibirnya.
Ify
menghela napas kemudian tersenyum. Hari ini terasa spesial untuknya. Karena
untuk pertama kalinya, Rio akan menjemputnya dan berangkat ke sekolah
sama-sama. Dan Ify ingin terlihat cantik di depan Rio.
Ify
berjalan menuruni tangga menuju ruang makan. Di sana sudah ada Papa yang sedang
sibuk dengan Koran langganannya dan Mama yang sedang menyiapkan sarapan.
“Pagi,
Pa, Ma…!” sapa Ify semangat.
“Pagi,
sayang…!” sahut Papa dan Mama kompak.
“Semangat
banget pagi ini?” tanya Papa sambil melirik Ify dari balik kacamatanya.
Ify
hanya menanggapinya dengan senyum.
“Hmm…Mama
tau. Pasti karena sebentar lagi kamu akan dijemput sama pangeran ganteng?” goda
Mama.
Ify
menunduk malu, “Iiiih…Mama apaan sih?”
Papa
dan Mama tertawa.
“Putri
Papa udah mulai jatuh cinta nih?” Papa ikut-ikutan menggoda.
“Aaaah…Papa
sama Mama nyebelin deh. Kayak nggak pernah muda aja.” Ify manyun.
“Ya
sudah, kamu makan dulu rotinya. Nanti keburu Rio dateng lho.” Kata Mama lembut.
Ify
menghabiskan satu potong roti tawar dengan selai stroberi favoritnya dan
segelas susu coklatnya. Tak lama kemudian, suara klakson terdengar di depan
rumah Ify.
“Kayaknya
Rio udah dateng deh. Ify berangkat ya, Pa, Ma…” pamit Ify sambil mencium tangan
kedua orang tuanya.
Dugaannya
memang benar. Rio sudah berdiri di depan rumah Ify sambil bersandar pada cagiva
merahnya.
“Pagi,
my princess…!” sapa Rio sambil tersenyum. Senyuman manis Rio sukses membuat Ify
meleleh.
“Pagi,
my prince…!” balas Ify.
“Berangkat
sekarang?”
Ify
mengangguk. Rio naik ke cagiva merahnya, disusul Ify.
"Gue kalo naik motor ngebut. Pegangan ya!" ujar Rio.
"Tapi..."
Tanpa basa-basi, Rio langsung menarik tangan Ify agar melingkar di perutnya. Ify terkejut dengan perlakuan Rio yang tiba-tiba itu. Jantungnya berdetak kencang. Tapi Ify hanya diam sampai akhirnya Rio menjalankan motornya.
"Gue kalo naik motor ngebut. Pegangan ya!" ujar Rio.
"Tapi..."
Tanpa basa-basi, Rio langsung menarik tangan Ify agar melingkar di perutnya. Ify terkejut dengan perlakuan Rio yang tiba-tiba itu. Jantungnya berdetak kencang. Tapi Ify hanya diam sampai akhirnya Rio menjalankan motornya.
♥
♥ ♥
Suasana
sekolah saat itu sudah ramai. Bel masuk akan berbunyi sepuluh menit lagi. Rio
dan Ify berjalan menuju kelas mereka sambil bergandengan tangan. Dan yang
membuat Ify heran, saat semua anak menatap ke arah Ify dan Rio sambil
bisik-bisik. Buru-buru Ify melepaskan tangannya dari tangan Rio.
Rio
menghentikan langkahnya sambil menatap Ify heran.
“Kenapa
lo?” tanya Rio.
“Mmm…lo
jalan duluan aja deh. Kayaknya kita jalannya harus jarak satu meter deh.” Bisik
Ify.
Rio
menaikkan alisnya. “Memangnya kenapa?”
“Lo
nggak liat apa, anak-anak pada ngeliatin kita aneh gitu? Kayak ngeliat alien
aja.”
Rio
menghela napas dan menggandeng tangan Ify kembali.
“Nggak
usah peduliin mereka!” kata Rio cuek.
“Tapi,
Yo…gue risih diliatin gitu.”
“Udah
deh, nggak usah cerewet!”
Akhirnya
Ify memilih untuk diam dan berjalan kembali nenuju kelas bersama Rio. Ify
menundukkan kepalanya untuk menghindari tatapan-tatapan aneh dari anak-anak
lain.
Sesampainya
di depan kelas, Shilla, Sivia, Gabriel dan Alvin menatap Ify dan Rio dengan
heran. Apalagi saat melihat tangan Rio yang menggenggam tangan Ify.
“Hey…kalian
kenapa, sih?” tanya Ify heran pada empat sahabatnya.
“Mmm…Fy,
lo sama Rio berangkat bareng?” tanya Sivia.
Ify
dan Rio berpandangan. Lalu Ify mengangguk.
“Terus…kenapa
pake gandeng-gandengan tangan segala?” tanya Gabriel curiga.
Ify
dan Rio melepaskan gandengan tangan mereka masing-masing, lalu menunduk malu.
“Jangan
bilang kalo kalian itu…udah jadian?” tanya Alvin ikut curiga.
“Mmm…gue…gue
sama Rio…” kata Ify terpotong.
“Gue
sama Ify emang udah jadian kok…” jawab Rio santai.
Shilla, Sivia, Gabriel dan Alvin ternganga mendengar pengakuan Rio.
“Serius,
Fy?” tanya Shilla tak percaya.
Ify
mengangguk pelan sambil menunduk. Pipinya mulai memerah kayak tomat.
“Kok
bisa?” tanya Sivia masih tak percaya.
Belum
sempat Ify menjawab, bel masuk sudah berbunyi. Ify menghela napas lega.
“Udah
bel kan? Masuk yuk!” ajak Ify mengalihkan pembicaraan.
♥
♥ ♥
“Sekarang…lo
ceritain sama kita, kenapa lo bisa jadian sama Rio?” tanya Shilla saat jam
istirahat.
Ify, Shilla dan Sivia masih
berada di dalam kelas. Shilla dan Sivia merelakan waktu istirahatnya hanya
untuk mendengarkan cerita Ify.
“Mmm…gue bingung nih, mau
ceritanya dari mana.” Kata Ify.
“Ya ampun, Fy…tinggal cerita aja
kok ribet banget sih? Terserah lo mau mulainya dari mana?” Sivia mulai gemas.
“Oke, gue kasih tau sama lo
berdua, kalo Rio itu…sahabat kecil gue dulu sekaligus cinta pertama gue.” Jelas
Ify yang membuat Shilla dan Sivia ternganga.
“Jadi maksud lo…Rio itu…Vano?”
tanya Shilla meyakinkan.
Ify mengangguk, “Mario Stevano
Aditya Haling itu Vano.”
“Huuaaaaa…selamat, Fy!” Shilla
langsung memeluk Ify. Begitu juga dengan Sivia.
“Selamat ya, Fy. Kita ikut seneng
karena akhirnya lo bisa ketemu lagi sama Vano. Ternyata penantian lo selama ini
emang nggak sia-sia.” kata Sivia.
Ify tersenyum. “Makasih ya. Mmm...
nggak cuma itu lho. Gue punya kabar gembira lainnya."
"Apaan?" tanya Shilla penasaran.
"Gue udah... dijodohin sama Rio."
kata Ify setengah berbisik. Takut seisi kelas mendengar.
"HAH?! LO SAMA RIO..." teriak
Shilla dan Sivia bersamaan.
"Ssstt...!" Ify mengisyaratkan
kedua sahabatnya untuk diam, "jangan keras-keras! Gue kan malu."
"Oke deh. Tapi lo harus cerita
sama kita!" ujar Sivia.
"Jadi gini..." Ify mulai
menceritakan tentang rencana perjodohannya dengan Rio, "beberapa hari yang
lalu, orang tua gue sama gue diundang makan malam di rumah keluarga Rio. Gue kaget
banget, waktu tahu orang itu Rio. Awalnya kan gue benci banget sama dia. Apalagi
pas tahu kita mau dijodohin, rasanya gue pengen nangis. Gue nggak mau."
"Sampai akhirnya lo tahu kalo
Rio adalah sahabat kecil lo, dan akhirnya lo mau menerima perjodohan itu?"
tebak Shilla. Ify mengangguk.
"Wah... kisah kalian so sweet deh, kayak di novel-novel."
ucap Sivia.
"Ciee... ciee... sebentar lagi
kalian tunangan dong?" goda Shilla.
"Habis itu nikah deh!" celetuk
Sivia.
"Yeee... kalian apaan sih? Kita
itu masih sekolah. Masih jauh ngomongin pernikahan." Ify beranjak dari bangkunya.
"Udah ah, gue mau ke perpus dulu, mau ngembaliin buku. Keburu bel masuk."
"Mau kita temenin?" tawar
Sivia.
"Nggak usah, gue sendiri aja."
"Jangan lupa makan-makannya,
Fy!" teriak Shilla saat Ify sudah di pintu kelas.
"Minta sama Rio!" balas
Ify asal, lalu berbalik.
Tanpa sengaja, Ify menabrak seseorang.
Buku yang dibawa Ify terjatuh.
"Eh, sorry, Fy..." ucap
orang itu.
Ify mendongak. "Cakka? Mmm...
nggak apa-apa kok."
Cakka berniat akan mengambil buku
Ify yang terjatuh tadi. Tapi tangan Ify sudah lebih dulu memegang buku itu. Jadi
tanpa sengaja tangan Cakka menyentuh tangan Ify. Keduanya sama-sama mendongak dan
saling berpandangan.
"Eheeemmm!" seseorang berdehem
di sebelah Ify. Membuat Ify dan Cakka kaget.
Ify segera menarik tangannya dan menoleh
ke arah sumber suara itu. Mata Ify membulat saat melihat Rio sudah ada di sampingnya.
Ify segera mengambil bukunya yang tadi terjatuh dan langsung berdiri. Cakka pun
ikut berdiri.
Cakka menatap Rio tajam. Rio membalas
tatapan Cakka nggak kalah tajamnya. Seolah ada persaingan di antara mereka.
"Rio...!" panggil Ify pelan.
Rio berganti menatap Ify tanpa jawaban.
"Mau nemenin gue ke perpus?"
tanya Ify.
Rio hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Ya udah, Cak... kita mau ke
perpus dulu ya..." pamit Ify.
Cakka tersenyum. "Oh ya, sebelumnya...
gue mau ngucapin selamat buat kalian. Gue denger... kalian udah jadian." Cakka
mengulurkan tangannya pada Ify.
Ify membalas uluran tangan Cakka dengan
perasaan nggak enak. Sebelumnya Cakka pernah menyatakan perasaan cintanya pada Ify,
tapi Ify menolak. "Makasih ya..."
Cakka berganti bersalaman dengan Rio.
"Makasih..." ucap Rio singkat.
Rio menggandeng tangan Ify saat berjalan
menuju perpus dalam diam. Ify jadi bingung dengan sikap Rio yang tiba-tiba dingin
seperti itu.
"Lo kenapa sih, Yo?" tanya
Ify heran.
"Cowok tadi siapa?" tanya
Rio dingin.
Ify menaikkan alisnya. "Maksud
lo Cakka?" Ify balik tanya.
"Gue nggak peduli namanya siapa?
Tapi dia ngapain pake pegang-pegang tangan lo segala?"
"Oh... jadi ceritanya lo cemburu?"
goda Ify sambil senyum-senyum.
Rio menghela napas kesal. "Gue
lagi nggak bercanda, Fy."
Ifu tertawa melihat wajah Rio yang
udah ditekuk. Menurutnya Lucu. Tapi tak ada reaksi dari Rio. Rio tetap diam.
"Cakka itu cuma temen gue kok,
Yo. Dulu kita pernah sekelas." jelas Ify.
"Yakin cuma temen?"
"Sebenernya sih... Cakka emang
pernah nembak gue. Tapi gue nggak bisa nerima dia, karena gue nggak pernah punya
perasaan apa-apa sama dia. Dan karena..." Ify menghentikan langkahnya dan menatap
Rio dalam-dalam, "dari dulu sampai sekarang, dan selamanya... hati gue udah
jadi milik orang lain. Tak tergantikan oleh siapapun. Dan orang itu adalah lo."
Rio tersenyum. "Makasih, Fy..."
♥ ♥ ♥
Ify mengambil remote dan menyalakan
televisi. Beberapa kali dia mengganti channel untuk mencari acara yang menarik.
Sampai akhirnya dia menemukan acara musik di salah satu stasiun televisi.
Suara bel rumahnya berbunyi. Ify beranjak
dari sofa dan berjalan menuju ruang tamu. Dibukanya pintu depan oleh Ify. Seorang
cewek yang entah siapa namanya sudah berdiri di depan Ify. Ify mengerutkan keningnya
karena tidak mengenali cewek itu.
"Maaf, cari siapa ya?" tanya
Ify ramah sambil tersenyum.
Cewek itu menatap Ify dari atas sampai
bawah. "Lo yang namanya Alyssa?" tanya cewek itu sinis tanpa senyum sedikit
pun.
"Iya benar, tapi panggil Ify
aja. Lo siapa ya?" Ify mengulang pertanyaannya dengan nada sehalus mungkin.
"Gue Dea." cewek yang ternyata
bernama Dea itu mengajak Ify bersalaman. Ify membalasnya.
"Kalo boleh tahu, ada perlu apa
ya, lo dateng ke sini?"
Dea menatap tajam Ify. "Gue cuma
mau minta lo buat jauhin Rio! Rio itu cowok gue!"
Ify terperangah mendengar pengakuan
Dea yang tiba-tiba. "Maksud lo... apa?"
Dea menghela napas. "Apa masih
kurang jelas? Oke, gue ulangin sekali lagi Tolong jauhin Rio, karena Mario Stevano
Aditya Haling adalah cowok gue!"
Mata Ify mulai berkaca-kaca.
"Nggak! Nggak mungkin! Rio itu cowok gue dan sebentar lagi kita tunangan!"
nada suara Ify mulai meninggi.
Dea tersenyum sinis. "Ify...
Ify... lo yakin kalo Rio beneran sayang sama lo?"
"Gue yakin banget kalo Rio sayang
banget sama gue. Sebentar lagi kita tunangan kok."
Dea tertawa. Sementara Ify menarap
Dea dengan marah.
"Cantik-cantik tapi ternyata
lo bego juga ya? Asal lo tahu aja ya, Rio mau tunangan sama lo juga karena perjodohan
orang tua kalian kan? Itu semua bukan karena keinginan Rio sendiri. Tapi buat nyenengin
orang tuanya, Rio terpaksa menerima perjodohan itu. Padahal Rio nggak pernah sayang
sama lo. Dia cuma sayang sama gue!"
"CUKUP!" bentak Ify. Gue
nggak mau denger apapun lagi dari mulut lo, karena gue yakin itu semua cuma bohong.
Gue lebih percaya sama Rio. Jadi... mendingan sekarang lo pergi dari rumah gue!"
"Oke, gue akan pergi dari sini.
Tapi... sebelumnya gue mau ngasih sesuatu sama lo. Gue yakin setelah lo lihat ini,
lo bisa percaya sama kata-kata gue tadi."
Dea memberikan sebuah amplop cokelat
pada Ify. Ify menerimanya.
"Gue permisi." Dea berlalu
meninggalkan Ify yang masih diam terpaku.
Setelah Dea hilang dari pandangan,
Ify kembali menatap amplop cokelat itu. Dengan ragu, dibukanya amplop itu. Di dalamnya terdapat beberapa
lembar foto. Foto-foto Rio dan Dea. Dalam foto-foto itu, Rio dan Dea tampak mesra.
Air mata Ify mulai tumpah.
'Rio... kenapa lo tega bohongin gue?
Padahal selama ini gue cuma sayang sama lo.' batin Ify. Hatinya terasa perih.
♥ ♥ ♥
"Selamat pagi, Tante!" sapa
Rio ramah pada Mama Ify.
"Pagi juga, Rio!" balas
Mama Ify, "Lho... kamu nggak langsung ke sekolah?" tanya Mama Ify dengan
wajah bingung.
Rio ikut bingung. "Saya kan mau
jemput Ify dulu, Tante."
"Jemput Ify? Ify baru aja berangkat
sama Papanya. Memangnya Ify nggak ngasih tahu kamu?"
Rio mengerutkan keningnya dan semakin
bingung dengan jawaban Mama Ify. Kenapa Ify nggak ngasih tahu kalo dia akan berangkat
sama Papanya.
"Kalian... lagi ada masalah?"
tanya Mama Ify hati-hati.
Rio berpikir sejenak. Seingat dia
memang tidak ada masalah dengan Ify. "Ah... nggak kok, Tante. Mungkin Ify lupa.
Ya udah, Rio langsung berangkat aja ya." pamit Rio.
Mama Ify mengangguk. "Hati-hati,
Yo...!"
♥ ♥ ♥
Ify memasuki kelasnya dan menghampiri
meja Shilla dan Sivia. Shilla dan Sivia menatap Ifu sesaat. Wajah Ify terlihat kusut
dan matanya sedikit sembap.
"Lo kenapa, Fy?" tanya Sivia
khawatir.
"Hah? Memangnya kenapa?"
Ify balik tanya. "Gue nggak apa-apa." jawab Ify dengan sikap yang dibuat
sebiasa mungkin.
Walaupun Shilla dan Sivia adalah sahabatnya,
tapi untuk saat ini Ify masih belum bisa menceritakannya pada mereka. Lagi pula
Ify malas membahas masalah Rio. Sudah cukup air matanya terkuras tadi malam gara-gara
cowok itu.
"Nggak apa-apa gimana? Mata lo
kelihatan habis nangis!" kata Shilla agak marah. "Siapa yang udah bikin
lo nangis?"
"Shil, Vi... gue masih belum
bisa ceritain semuanya sekarang. Tapi gue butuh bantuan kalian. Kalian mau nolongin
gue?"
"Apa, Fy?" tanya Shilla.
"Untuk sementara, gue minta duduk
sebangku sama salah satu di antara kalian. Apa kalian nggak keberatan?"
Shilla dan Sivia berpandangan heran.
Mereka mulai mengetahui siapa yang membuat Ify menangis.
"Ya udah, biar gue yang duduk
sama Rio. Gabriel kan orangnya cemburuan, jadi nggak mungkin Shilla duduk sama Rio.
Jadi... Shilla aja yang duduk sama lo, Fy!" ujar Sivia. "Tapi... lo harus
janji, mau cerita ke kita ada apa sebenarnya di antara kalian." lanjutnya.
Ify tersenyum lega. "Iya, gue
janji. Thanks ya..."
Sivia berdiri dan pindah ke bangku
depan. Sementara Ify menempati bangku Sivia, di sebelah Shilla.
Selang beberapa menit, Rio memasuki
kelas. Matanya mencari-cari sosok Ify. Terlihat kelegaan di wajahnya saat melihat
Ify sudah ada di kelas.
Rio berjalan menuju bangkunya. Yang
membuat Rio heran, Sivia sudah menempati bangku Ify. Sedangkan Ify duduk bersama
Shilla. Berbagai pertanyaan muncul di kepala Rio.
"Fy...!" panggil Rio lembut.
Ify menatap Rio sebentar, lalu membuang
muka.
"Hari ini gue duduk sama lo ya,
Yo?" celetuk Sivia.
Rio tersenyum tipis dan mengangguk.
Rio kembali menatap Ify meminta penjelasan, tapi Ify berpura-pura sibuk membaca
buku yang dipegangnya. Rio menghela napas dan duduk di bangkunya. Rio sadar, saat
ini masih di kelas. Waktunya juga nggak tepat. Nggak mungkin dia bertanya pada Ify
di dalam kelas.
♥ ♥ ♥
Saat jam istirahat, Rio berusaha berbicara
pada Ify, tapi Ify langsung menjauh entah ke mana. Setiap kali Rio mendekat, Ify
langsung menghindar. Rio semakin bingung dengan sikap Ify yang mendadak
berubah. Ify benar-benar aneh.
Saat bel pulang berbunyi, Rio sudah
nggak tahan lagi. Dia bertekad meminta penjelasan pada Ify. Apapun caranya.
Rio mengamati Ify yang terlihat buru-buru
membereskan buku-bukunya. Tanpa berpamitan pada Rio, Ify berlari keluar kelas. Rio
mengikuti Ify dan berusaha menjajari langkahnya. Saat sudah dekat, Rio menarik tangan
Ify dan memeluknya erat. Ify terkejut dengan perlakuan Rio yang tiba-tiba saja memeluknya.
Rio nggak peduli saat banyak anak yang menatap ke arahnya.
"Yo, lo apa-apaan sih? Lepasin
gue!" kata Ify sambil berusaha melepaskan pelukan Rio. Tapi percuma karena
tenaga Rio lebih kuat.
"Nggak!" jawab Rio cuek.
"Tapi banyak anak yang ngeliatin
kita!"
"Gue nggak peduli!" Rio
semakin erat memeluk Ify.
Suasana hening sejenak. Ify membiarkan
saat-saat Rio memeluknya. Ify memang merindukan pelukan itu. Dia merasakan nyaman
dalam pelukan Rio dan nggak ingin saat-saat itu berlalu begitu saja. Tapi bila dia
mengingat kata-kata Dea kemarin, dia ingin sekali berusaha membenci Rio. Tapi apakah
dia sanggup membenci Rio?
"Tolong lepasin gue, Yo!"
Ify memohon.
"Gue akan lepasin lo, tapi asal
lo kasih alasan ke gue, apa yang membuat lo berubah kayak gini?"
"Karena gue benci sama lo!"
kata Ify tegas.
Perlahan Rio melepaskan pelukannya
dan menatap Ify dalam-dalam. Ify melemparkan pandangannya ke tempat lain, nggak
berani menatap mata Rio.
"Tapi kenapa, Fy? Apa gue punya
salah sama lo? Tolong bilang sama gue, apa salah gue? Tapi jangan gini sama gue,
Fy!" ucap Rio lembut.
Ify beralih menatap Rio. "Apa?!
Lo masih belum tahu salah lo ke gue apa??" tanya Ify marah. "Lo pura-pura
nggak ngerti atau memang lo nggak merasa bersalah?" Ify mulai meneteskan air
matanya.
Rio benar-benar bingung. Dia mencoba
mengingat-ingat kesalahan apa yang telah dilakukannya pada Ify. Tapi memang tidak
ada.
"Tapi gue bener-bener nggak ngerti,
Fy..."
"Ya udah lah, Yo. Mungkin sebaiknya..."
Ify ragu akan melanjutkan kata-katanya, "kita akhiri aja hubungan kita sampai
di sini! Anggap aja kalo lo nggak pernah ketemu Icha, dan gue juga akan menganggap
kalo Vano itu nggak pernah kembali." kata Ify dengan suara bergetar.
Tubuh Rio langsung lemas mendengar
kata-kata Ify. Ify memutuskan hubungannya begitu saja tanpa ada penjelasan apapun.
"Gue pulang dulu, Yo." pamit
Ify yang kemudian meninggalkan Rio yang masih diam terpaku.
♥ ♥ ♥
Ify terus berlari sambil menangis.
'Semoga keputusan gue benar!' batinnya.
Di tengah jalan, Ify berpapasan dengan
Cakka. Cakka kebingungan melihat Ify menangis.
"Fy, lo kenapa?" tanya Cakka
khawatir.
"Gue nggak apa-apa." jawab
Ify berbohong.
"Lo pulang sama siapa?"
Ify berpikir sejenak. Dia nggak mungkin
pulang bareng Rio. Papanya juga nggak mungkin jemput, karena setahu Papanya, Rio
yang mengantar Ify pulang.
"Gue... naik angkot."
"Gue nggak mungkin tega ngebiarin
lo pulang sendiri dalam keadaan lo kayak gini. Gue anterin lo pulang ya?"
Ify mau menolak, tapi nggak enak.
Akhirnya Ify mengangguk. Cakka menuntun Ify menuju mobilnya. Di perjalanan, mereka
hanya diam. Ify memandang jalanan melalui kaca mobil. Sementara Cakka masih berkonsentrasi
menyetir.
Cakka melirik gadis pujaannya yang
tengah duduk di sampingnya. Cakka hanya menatapnya sedih. Cakka memang belum tahu
penyebab Ify menangis, tapi dia ikut sakit melihat air mata Ify. Cakka juga belum
berani menanyakan pada Ify penyebab dia menangis.
Daripada diem-dieman, Cakka memutuskan
menyalakan radio. Sebuah lagu dari Geisha mengalun dari salah satu stasiun radio.
Sungguh aku tak bisa
Sampai kapanpun tak bisa
Membenci dirimu
Sesungguhnya aku tak mampu
Sulit untukku bisa
Sangat sulit ku tak bisa
Memisahkan s'gala
Cinta dan benci... yang kurasa...
Potongan lagu dari Geisha sangat menggambarkan
perasaan Ify saat ini. Sekeras apapun dia berusaha membenci Rio, tapi tetap tidak
bisa. Justru rasa sayangnya pada Rio semakin dalam.
♥ ♥ ♥
"Mungkin gue-nya aja yang bego!
Gue udah nunggu seseorang yang nggak nggak sepenuhnya sayang sama gue. Nggak mungkin
kan, selama sepuluh tahun ini Rio nggak punya pacar?" kata Ify di sela-sela
tangisnya. "Rio itu kan ganteng, hampir perfect malah, pasti banyak cewek yang
suka sama dia."
"Udah, Fy... jangan nangis lagi!
Walaupun banyak cewek yang suka sama Rio, tapi Rio udah menentukan pilihan hatinya
kan? Orang itu lo." Shilla memeluk sambil membelai lembut rambut Ify.
Shilla dan Sivia sudah berada di kamar
Ify untuk mendengarkan cerita Ify.
"Nggak, Shil! Rio pasti terpaksa
nerima perjodohan itu. Dia nggak bener-bener sayang sama gue. Dia itu udah punya
cewek. Tapi kenapa dia nggak jujur sih sama gue?" Ify menangis sesenggukan.
"Fy, kita ngerti perasaan lo.
Tapi nggak seharusnya lo memutuskan hubungan lo sama Rio gitu aja! Lo baru dengar
hal itu dari mulut Dea, dan lo belum pernah nanyain langsung ke Rio kan, Fy?"
kata Sivia lembut.
"Iya, Fy. Beberapa hari ini lo
selalu menghindari Rio tanpa lo meminta penjelasan dari Rio. Coba deh, kalian bicarain
berdua baik-baik!" tambah Shilla.
Shilla melepaskan pelukannya dan menghapus
air mata Ify. "Sekarang coba lo telepon Rio!"
Ify menggeleng cepat-cepat.
"Gue nggak mau. Nggak mungkin gue nemuin Rio dalam keadaan gini!"
Sivia menghela napas. "Ya udah,
kalo gitu tunggu sampai keadaan lo tenang. Kasihan Rio juga kan, dia bingung sama
sikap lo yang kayak gini."
"Sekarang lo istirahat ya, jangan
kebanyakan pikiran! Nanti lo malah sakit." ujar Shilla. "Kita pulang dulu
ya?"
Ify mengangguk dan tersenyum.
"Makasih banyak ya, kalian udah mau dateng buat denger curhat gue."
"Santai aja, Fy! Kita kan sahabat
lo." ujar Sivia sembari tersenyum.
♥ ♥ ♥
Rio duduk termenung di pinggir kolam
renang sambil memeluk gitar kesayangannya. Hidupnya kembali hampa tanpa Ify di sisinya.
Ify memutuskan hubungan dengannya tanpa alasan yang jelas. Rio harus merasakan seperti
dulu lagi. Saat Vano dan Icha harus terpisakan jarak.
Rio mulai memetik gitar kesayangannya
dan mulai bernyanyi...
Aku ingin engkau ada disini
menemaniku saat sepi
menemaniku saat gundah
berat hidup ini tanpa dirimu
ku hanya mencintai kamu
ku hanya memiliki kamu
aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati
meski tlah lama kita tak bertemu
ku slalu memimpikan kamu
ku tak bisa hidup tanpamu
aku rindu setengah mati kepadamu
sungguh ku ingin kau tahu
aku rindu setengah mati
aku rindu setengah mati ....
aku rindu setengah mati kepada mu
sungguh ku ingin kau tau
ku tak bisa hidup tanpa mu
aku rindu...
"Dalem banget lagunya? Buat siapa?"
seseorang menepuk pundak Rio pelan.
Rio tersentak kaget dan menoleh.
"Dea??" tanya Rio tak percaya.
Dea tersenyum dan langsung duduk di
samping Rio. Refleks Rio langsung memeluk Dea. Dea pun membalas pelukan Rio.
"Dateng kapan lo?" tanya
Rio setelah melepaskan pelukannya.
"Empat hari yang lalu."
jawab Dea singkat.
"Kenapa lo nggak ngasih tahu
gue kalo lo mau ke Jakarta?"
"Sorry deh... Soalnya gue keliling-keliling
Jakarta dulu sambil ngurus surat-surat kepindahan gue dari Manado."
Rio mengerutkan keningnya. "Kepindahan
lo? Maksud lo?"
Dea tersenyum. "Gue memutuskan
untuk pindah ke Jakarta. Ya walaupun kita beda sekolah, tapi gue berharap bisa selalu
deket sama lo."
"Serius lo?" tanya Rio masih
tak percaya dan dijawab dengan anggukan Dea. "Syukur deh. Gue seneng karena
kita bisa deket lagi. Lo kan sahabat gue yang paling baik."
Dea terdiam dan menelan ludahnya.
'Sahabat? Apa cuma sebagai sahabat aja? Nggak bisa lebih?' batin Dea.
"Oh iya, tadi lo belum jawab
pertanyaan gue. Lagu tadi buat siapa? Kayaknya lo lagi kangen sama seseorang?"
tanya Dea ingin tahu.
Rio menghela napas. Pandangannya lurus
ke kolam renang. "Lagu untuk Alyssa..." jawab Rio lirih.
"Maksud lo Icha?"
Rio mengangguk.
Dea menundukkan kepalanya. 'Begitu
berartinyakah Ify untuk Rio? Apa udah nggak ada sedikit ruang di hati Rio untuk
gue?'
"Belum lama ini, gue bertemu
Icha, cinta pertama gue. Dan gue bahagia banget karena orang yang mau dijodohin
sama gue, ternyata orang yang gue cari selama ini..." lagi-lagi Rio menghela
napas, "tapi beberapa hari yang lalu dia mutusin gue. Gue nggak tahu apa alasan
dia mutusin gue. Sikapnya berubah. Gue bingung banget, De."
Dea jadi merasa sangat bersalah karena
dialah yang menjadi penyebab rusaknya hubungan Rio dan Ify. Usaha apapun yang telah
dilakukannya, tak akan pernah mengubah perasaan Rio. Rio hanya mencintai dan menyayangi
Ify.
♥ ♥ ♥
"Hai, Yo!" sapa Sivia ramah.
Rio mendongak dan tersenyum.
"Duduk, Vi!"
Sivia duduk di hadapan Rio. Rio memang
sengaja mengajak Sivia untuk ketemuan di sebuah kafe. Dan sesuai janjinya, Sivia
datang ke kafe itu.
Rio memanggil salah satu waitress.
Si waitress mulai mencatat pesanan Sivia. Setelah waitress itu pergi, Rio kembali
menatap Sivia.
"Makasih ya, lo udah mau dateng."
"Sama-sama, Yo. Tapi sebenarnya...
ada perlu apa lo ngajakin gue ketemuan?"
"Ini soal... Ify."
Pembicaraan mereka terhenti saat seorang
waitress mengantarkan pesanan Sivia.
"Makasih, Mbak." ucap Sivia
ramah.
Waitress itu tersenyum dan berlalu
pergi.
"Lo kan sahabatnya Ify, pasti
lo tahu kan apa penyebab Ify menghindar dari gue? Apa yang membuat dia mutusin gue?"
Sivia menghela napas. "Sebelumnya
gue mau nanya sesuatu sama lo," wajah Sivia mulai serius, "apa lo udah
punya pacar?"
"Kok pertanyaan lo aneh gitu?
Kan lo tahu sendiri kalo Ify udah mutusin gue."
"Bukan Ify maksud gue. Tapi apa
ada cewek lain, selain Ify?"
Rio mengernyitkan keningnya.
"Tunggu! Tunggu! Memangnya Ify cerita apa sama lo, sampai-sampai lo berpikir
ada cewek lain?"
"Jadi gini, Yo... kemarin Ify
cerita, kalo ada cewek yang datang ke rumahnya, dan dia ngaku-ngaku sebagai pacar
lo." jelas Sivia.
"Namanya siapa?" tanya Rio
penasaran.
"Namanya Dea."
"Dea??" tanya Rio kaget.
Sivia mengangguk. Rio menunduk dan
mengepalkan tangan untuk menahan emosinya.
"Dengar ya, Yo! Jangan kecewain
Ify! Dia udah menunggu lo selama bertahun-tahun. Dan gue nggak mau lo sampai nyakitin
dia!" kata Sivia tegas.
Rio mendongak menatap Sivia.
"Makasih buat infonya, Vi. Gue akan selesaikan masalah ini secepatnya. Dan
lo tenang aja, gue janji... gue nggak akan nyakitin Ify."
Sivia tersenyum. "Gue pegang
janji lo."
♥ ♥ ♥
Rio menekan bel sebuah rumah. Tak
lama seseorang membukanya. Dea sudah berdiri di depan Rio dengan wajah sumringah.
"Hai, Yo!" sapa Dea ceria.
Rio tetap diam dan menatap Dea dingin.
"Masuk, Yo!"
"Nggak usah basa-basi deh lo!"
Wajah Dea berubah. "Lo kenapa
sih?" tanyanya heran.
"Harusnya gue yang nanya, kenapa
lo bisa ngaku-ngaku di depan Ify, kalo lo itu pacar gue?!" bentak Rio.
Dea tersentak kaget. Sebelumnya Rio
belum pernah membentaknya seperti ini.
"Mmm... itu... itu, gue..."
jawab Dea gugup. Wajahnya sudah pucat.
"Kenapa?? Nggak bisa jawab?!"
Dea hanya menunduk. Matanya mulai
berkaca-kaca.
"Apa benar, lo yang ngaku-ngaku
di depan Ify, kalo lo itu cewek gue?"
"Kalo iya, kenapa?!" tanya
Dea dengan nada tingginya.
Rio tercekat. "Kenapa lo ngelakuin
itu, De?" tanya Rio. Nadanya mulai melunak.
"Lo mau tahu alasannya?"
Dea menghela napas, lalu mengalihkan pandangannya ke tempat lain. "Karena gue
suka sama lo, Yo."
Rio menatap Dea tak percaya. "Jangan
bercanda deh, De!"
"Gue nggak bercanda, Yo. Udah
lama gue suka sama lo. Mungkin... lo memang cuma anggap gue sebagai sahabat. Tapi
yang gue rasain lebih dari itu. Sejak lama gue pendam perasaan ini sendiri, karena
gue nggak mau merusak persahabatan kita, Yo." Dea meneteskan air matanya.
Rio masih belum bisa berkata-kata.
"Tapi semakin lama, gue nggak
kuat memendam perasaan ini sendiri. Sampai akhirnya gue memutuskan buat pindah ke
Jakarta. Itu semua gue lakuin supaya gue bisa selalu dekat sama lo, Yo. Gue sayang
sama lo." air mata Dea mengalir deras.
"De..." ucap Rio pelan.
"Lo nggak perlu ngomong apa-apa,
Yo! Gue tahu kalo gue jahat. Tapi gue lakuin ini semua karena gue sayang sama lo!
Apa gue salah??"
"Lo nggak salah kok, De. Cinta
nggak pernah salah. Tapi cara lo aja yang salah." Rio menarik napas sebentar.
"De, gue juga sayang sama lo, tapi cuma sebatas sahabat aja. Maafin gue kalo
gue nggak bisa balas perasaan lo. Lo tahu sendiri kan, kalo dari dulu gue cuma sayang
sama Icha?"
Dea mencoba tersenyum, walau terasa
berat. Tapi Dea berusaha tegar.
"Ya, gue tahu kok, Yo. Cinta
lo memang hanya untuk Icha. Sekarang... gue sadar, kalo sampai kapanpun, perasaan
lo sama Icha nggak akan pernah berubah."
Rio tersenyum dan langsung memeluk
Dea. "Thanks ya, De!"
'Mungkin ini yang terbaik. Gue harus
merelakan Rio untuk Ify. Karena melihat Rio bahagia, gue juga ikut bahagia. Cinta
nggak harus memiliki kan?' batin Dea.
♥ ♥ ♥
Rio menghentikan mobilnya tepat di
depan rumah Ify. Lalu menatap Dea di sebelahnya.
"Kita turun sekarang ya!"
ujar Rio. Dea mengangguk.
Rio turun dari mobil diikuti Dea.
Rio menekan bel rumah Ify dan tak lama Mama Ify membukanya.
"Sore, Tante!" sapa Rio
ramah.
Mama Ify tersenyum. "Sore juga,
Yo..." pandangan Mama Ify beralih ke Dea.
"Oh ya, kenalin... ini temen
Rio, Tante. Namanya Dea."
Mama Ify dan Dea bersalaman sambil
tersenyum.
"Mmm... Ify-nya ada, Tante?"
tanya Rio.
"Ada di kamarnya, Yo. Dia lagi
sakit." jelas Mama Ify.
Rio membelalakkan matanya. "Ify
sakit, Tante? Sakit apa? Sekarang keadaannya gimana? Udah dibawa ke doktef belum?"
tanya Rio panik.
"Tanyanya satu-satu dong, Yo...!"
Rio nyengir kuda. "Maaf, Tan...
Rio panik sih."
"Ify cuma demam kok. Tadi waktu
pulang sekolah, badannya panas banget. Jadi Tante langsung panggil dokter. Kata
dokter, Ify cuma perlu istirahat aja."
"Kalo gitu... Rio boleh lihat
keadaan Ify kan?"
Mama Ify mengangguk. "Tante udah
dengar semuanya dari Ify. Sekarang kalian selesaikan masalah kalian ya! Tante percaya
sama kamu."
"Iya, makasih, Tante. Rio temui
Ify dulu ya..."
Rio berjalan menuju kamar Ify bersama
Dea. Dibukanya pintu kamar Ify perlahan. Terlihat Ify yang tengah terbaring lemah
di ranjangnya. Rio melangkah pelan mendekati Ify. Takut Ify terbangun.
Rio menggenggan erat tangan Ify. Ditatapnya
wajah Ify yang masih tertidur. Walaupun pucat, tapi tidak mengurangi kecantikan
di wajahnya. Rio tersenyum sendiri, lalu dengan lembut, diciumnya kening Ify. Rio
baru menyadari kalau badan Ify begitu panas.
Dea yang sejak tadi di belakang Rio,
hanya bisa diam. Rasa cemburu itu kembali muncul ketika melihat Rio mencium Ify.
Tapi Dea berusaha keras mengenyahkannya.
Ify membuka matanya perlahan. Rio
menyambutnya dengan senyuman manis.
"Fy..." panggil Rio pelan.
Mata Ify langsung terbuka lebar. Dia
sangat terkejut melihat Rio sudah ada di kamarnya. Pandangan Ify, beralih ke belakang
Rio. Di belakang Rio, Dea tersenyum. Bukan senyuman sinis seperti saat pertama mereka
bertemu, tapi senyuman yang tulus.
Buru-buru Ify menarik tangannya dari
genggaman Rio. Tatapan marah tertuju pada Rio dan Dea secara bergantian.
"Mau apa kalian ke sini?"
tanya Ify ketus.
Rio dan Dea masih diam.
"Puas kalian lihat gue sakit
kayak gini? Atau kalian memang sengaja dateng ke sini, buat bikin gue sakit lagi?
Kalian pengen gue mati sekalian? Atau..." ucapan Ify yang berapi-api langsung
terhenti saat tiba-tiba Rio memeluknya.
"Tolong jangan bersikap kayak
gini sama gue, Fy! Gue tersiksa karena lo menjauh dari gue." Rio menarik napasnya
sejenak. "Gue ke sini mau jelasin sesuatu sama lo. Gue sama Dea nggak ada hubungan
apa-apa. Dea adalah sahabat gue, Fy. Nggak lebih."
Ify mendorong tubuh Rio. "Bohong!"
"Nggak, Fy. Rio nggak pernah
bohongin lo." sahut Dea.
Ify berganti menatap Dea. "Nggak
bohong gimana? Bukannya lo sendiri yang bilang, kalo lo itu pacarnya Rio?"
Dea menggeleng. "Gue yang bohongin
lo, Fy. Sebenarnya... gue sama Rio nggak pernah pacaran. Kita cuma sahabatan aja.
Ya... gue akuin, kalo gue memang suka sama Rio. Makanya gue ngarang-ngarang cerita
buat merusak hubungan kalian." jelas Dea yang sukses membuat Ify ternganga.
"Tapi sekarang gue sadar, sekeras apapun gue berusaha buat ngejauhin kalian,
semuanya akan sia-sia, Fy. Karena itu semua nggak akan mengubah perasaan Rio terhadap
lo. Cinta Rio cuma buat lo."
Ify terdiam dan menatap Rio.
"Lo udah dengar semuanya kan?"
tanya Rio.
"Itu semua beneran?" tanya
Ify meyakinkan.
Rio mengangguk dan menggenggam tangan
Ify.
"Fy, lo harus tahu, kalo di hati
Vano cuma ada Icha. Sampai kapan pun nggak akan berubah. Gue akan selalu sayang
sama lo."
Ify menangis terharu dan langsung
menghambur ke pelukan Rio. Rio tersenyum sambil membelai lembut rambut Ify.
"Maafin gue ya, Yo. Gue... udah
nggak percaya sama lo..." kata Ify sambil menangis sesenggukan.
"Lo nggak perlu minta maaf."
Rio melepaskan pelukannya. "Ya udah, jangan nangis lagi!" Rio menghapus
air mata Ify. "Gue mau liat senyuman lo. Mana senyumnya?"
Ify tersenyum malu-malu, tapi tetap
manis.
"Nah, gitu kan cantik."
Dea ikut tersenyum melihatnya. Sekarang
dia semakin sadar kalau Rio begitu menyayangi Ify.
♥ ♥ ♥
"Shilla, Via! Kalian mau bawa
gue ke mana sih? Sakit tau, tangan gue ditarik-tarik gini!" protes Ify saat
kedua tangannya ditarik oleh Shilla dan Sivia.
"Diem deh, Fy! Tinggal nurut
aja kenapa sih? Lagian... cuma ke kamar lo aja kok." ujar Shilla jengkel.
"Iya, kita nggak akan nyulik
lo." tambah Sivia.
Shilla dan Sivia membawa Ify masuk
ke kamar Ify dan menyuruh Ify duduk di depan meja rias.
"Eh, kalian mau apain gue?"
tanya Ify bingung.
"Nggak usah banyak tanya dulu
deh, Fy!" kata Sivia.
Ify nurut-nurut aja. Walaupun di kepalanya
muncul banyak pertanyaan, tapi memilih diam. Sikap dua sahabatnya itu aneh saat
datang ke rumahnya.
"Lo pake ini dulu gih!"
Shilla memberikan satu kotak berwarna pink pada Ify.
Meski bingung, tapi Ify tetap menerimanya.
"Ini apaan?"
"Buka aja, terus lo pake!"
perintah Sivia.
Ify membukanya. Isinya adalah sebuah
gaun warna pink. Ify terpana sesaat. Gaun itu sangat indah.
"Bagus banget? Beneran buat gue?"
tanya Ify yang masih tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.
Shilla mulai geregetan. "Iya,
Fy... Buruan pake deh!"
Dengan rasa senang bercampur bingung,
Ify memakai gaun itu. Lalu Sivia menyuruh Ify duduk di depan meja rias.
"Gue mau diapain lagi nih?"
tanya Ify sedikit takut.
Bukannya menjawab, Shilla dan Sivia
memulai aksinya untuk mendandani Ify. Dengan pasrah, Ify menurutinya dan tidak berkomentar.
"Nah, selesai!" ujar Shilla
puas sambil menatap Ify.
Ify berdiri menghadap cermin. Dia
mengenakan gaun warna pink selutut yang sangat cantik. Rambut panjangnya dibuat
sedikit bergelombang. Ditambah lagi make up minimalis di wajahnya membuatnya terlihat
semakin cantik.
"Cantik banget lo, Fy?"
ucap Sivia kagum.
"Gue tau kalo gue cantik."
kata Ify pe-de.
"Yeee... dipuji sedikit aja langsung
kepe-dean lo!" Shilla menoyor kepala Ify.
"Eh, tapi sebenernya ada apaan
sih kalian dandanin gue gini? Ulang tahun gue kan masih lama, nggak mungkin dirayain
sekarang kan??"
"Itu masih rahasia. Kita akan
bawa lo ke suatu tempat. Tapi lo harus tutup mata." kata Shilla.
"Tutup mata? Kenapa harus tutup
mata?"
"Kalo kita kasih tau sekarang
malah ga surprise dong, Fy. Sini, gue tutup mata lo dulu!" ujar Sivia sambil
menutup mata Ify dengan slayer.
♥ ♥ ♥
Ify, Shilla, dan Sivia sampai ke tempat
yang mereka tuju. Sivia langsung membuka penutup mata Ify.
"Sekarang... lo bisa buka mata
lo!" perintah Sivia.
Ify membuka matanya perlahan. Gelap.
Ify mengerutkan keningnya. Deretan
lilin yang menyala berjejer membentuk sebuah jalan menuju ke seorang cowok yang duduk membelakangi Ify. Cowok itu
pun dikelilingi lilin-lilin yang membentuk hati. Tiba-tiba sebuah lampu hias menyala.
Lampu hias itu membentuk tulisan "Vano ♥ Icha". Ify terperangah. Dia terpana
sesaat.
Dia menatap dua sahabatnya meminta
penjelasan.
"Ada acara apaan sih?" tanya
Ify berbisik.
"Sebentar lagi lo juga tau."
jawab Shilla pelan.
Cowok yang berdiri membelakangi Ify,
berbalik ke arah Ify dan tersenyum manis.
"Rio?" pekik Ify tertahan.
Rio hanya membalas dengan senyumnya.
Ify sangat terpesona melihat penampilan
Rio malam itu. Rio sangat tampan dengan jas dan celana putihnya. Seperti seorang
pangeran.
Masih tanpa sepatah kata pun, Rio
duduk di sebuah kursi dan memainkan gitarnya. Suara Rio yang lembut dan merdu, mulai
terdengar bersamaan dengar suara gitar yang dimainkannya.
I will always love you kekasihku
Dalam hidupku hanya dirimu satu
I will always need you, cintaku
Selamanya takkan pernah terganti
Ku mau menjadi yang terakhir untukmu
Ku mau menjadi mimpi indahmu
Cintai aku dengan hatimu
Seperti aku mencintaimu
Sayangi aku dengan kasihmu
Seperti aku menyayangimu
I will be the last for you
And you will be the last for me
Mata Ify berkaca-kaca mendengar nyanyian
Rio. Ify berjalan mendekati Rio, tapi tak bisa berkata-kata.
Rio menatap Ify dalam-dalam. "Itu tadi... Lagu cinta untuk
Alyssa." ucap Rio sambil tersenyum. "Lewat lagu tadi, aku cuma ingin kamu
tau, kalau sampai kapan pun, aku akan selalu sayang sama kamu. Nggak akan tergantikan
oleh siapa pun. Karena di hati Vano, cuma ada Icha."
Rio berlutut di hadapan Ify dan mengambil
kotak kecil dari sakunya. Ify cuma celingukan karena bingung.
"Yo, lo mau ngapain?" tanya
Ify bingung.
Rio membuka kotak kecil itu dan memperlihatkan
isinya. Sebuah cincin berwarna silver.
"Aku mau menjadi yang terakhir
untuk kamu. Apa kamu mau menjadikan aku yang terakhir buat kamu?"
Mata Ify berkaca-kaca. Perlakuan Rio
malam ini benar-benar sangat manis. Mulai dari suasana dan tempat yang romantis,
nyanyian merdu dari Rio, hingga pernyataan perasaan Rio yang disertai dengan sebuah
cincin. Kejutan demi kejutan membuat Ify terharu. Dia masih belum bisa berkata-kata.
"Gimana, Fy?" tanya Rio
lagi.
I will be the last for you
And you will be the last for me
Ify melanjutkan nyanyian Rio tadi. Lewat potongan lagu itu, sudah menjadi jawaban Ify atas pertanyaan Rio tadi.
Terlihat kebahagiaan di wajah Rio.
Rio memakaikan cincin itu di jari manis Ify dan langsung memeluk Ify. Suara riuh
tepuk tangan terdengar tak jauh dari mereka berdiri. Ify terlonjak kaget dan buru-buru
mendorong tubuh Rio.
Ify mengedarkan pandangannya. Mencari-cari
sumber suara itu. Samar-samar dia bisa melihat kedua orang tuanya, orang tua
Rio, Gabriel, Alvin, Dea, dan Cakka.
"Mama-Papa sama Oom-Tante kok
ada di sini juga?" tanya Ify terkejut melihat kedua orang tuanya dan kedua
orang tua Rio.
"Oom kan mau liat anak Oom melamar
kamu, Fy." kata Papa Rio, lalu menatap Rio. "Ternyata kamu lebih romantis
daripada Papa, Yo." lanjut Papa Rio sambil tertawa kecil.
Rio garuk-garuk kepala yang sebenarnya
nggak gatal. "Ah, Papa bisa aja!"
"Iya, Fy. Kita semua sengaja
nggak kasih tau kamu sebelumnya. Ini semua rencana Rio yang mau bikin surprise buat
kamu." lanjut Papa Ify.
"Suka nggak kejutannya?"
tanya Rio pada Ify.
Ify menangguk. "Suka banget.
Gue nggak nyangka lo bisa seromantis ini."
"Udah romantis, ganteng lagi!"
"Huuu... pe-de banget lo!"
Ify memukul pelan lengan Rio.
"Pa, Ma, Oom, Tante... Rio sayang
banget sama Ify. Rio janji... akan selalu jagain Ify. Rio juga janji, nggak akan
nyakitin Ify. Papa, Mama, Oom danTante merestui hubungan kita kan?" tanya Rio
sungguh-sungguh.
"Sudah pasti kita semua merestui
kalian. Kan rencana kita dari awal juga untuk menjodohkan kalian. Dan... kita semua
sangat senang kalau kalian saling sayang." ucap Mama Ify.
Rio dan Ify bernapas lega.
"Ciee... ciee... yang udah dapet
restu??" goda Shilla.
"Tinggal menentukan tanggal pernikahannya
aja nih..." tambah Alvin.
"Eeeh... masih lama! Mereka kan
masih sekolah. Kuliah juga belum." sahut Mama Ify cepat-cepat.
"Tapi kalo Rio cium Ify boleh
kan, Oom, Tante?" tanya Rio yang membuat Ify melotot.
Secepat kilat Rio mencium pipi Ify.
Hmm... nggak pernah berubah! Rio masih suka seenaknya sendiri.
Ify terperangah dan siap-siap mau
mencubit Rio. Rio sudah berlari terlebih dahulu. Yang lainnya hanya tertawa melihat
Rio dan Ify kejar-kejaran seperti Tom and Jerry.
-The End-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar