Hai semuanya ^^
Udah lama banget nggak
posting...
Kali ini aku mau
melanjutkan cerpenku yang sebelumnya. Kebetulan dapet ide buat lanjutin cerita
ini & pengen banget bikin sequel-nya.
Happy reading! ^^
************************************
Chelsea duduk di ayunan sebuah taman sembari memandang jam tangan
pink-nya berkali-kali. Sudah 20 menit dia menunggu, tapi Bagas belum datang
juga. Wajahnya sudah kusut seperti pakaian yang belum diseterika.
Bagas memang tidak berubah. Suka banget ngaret dan hal itu membuat
Chelsea sebal. Alasannya bermacam-macam. Mulai dari macet, kesiangan,
ketiduran, motor mogok, dan… yang lebih parah lagi adalah LUPA! Bisa-bisanya
dia lupa ada janji sama pacarnya?
Mungkin kali ini kesabaran Chelsea sudah habis. Dia akan
menghitung mundur dari sepuluh sampai satu dalam hati. Kalau Bagas tetap tidak
muncul, dia memutuskan untuk pulang saja.
Sepuluh… sembilan… delapan… tujuh… enam… lima.. empat… tiga… dua…
saaa…
Tiba-tiba saja ada yang menutup mata Chelsea dari belakang.
Chelsea tersentak kaget dan hendak berteriak. Tapi setelah tercium aroma parfum
yang sangat dikenalnya, Chelsea sudah bisa menebak kalau orang itu adalah
Bagas.
“Bagas…? Udah deh, nggak usah bercanda! Gue lagi ngambek sama lo,
tau!” kata Chelsea kesal.
Orang itu melepaskan tangannya dan berjalan ke hadapan Chelsea.
Yup, benar tebakan Chelsea. Orang itu adalah Bagas. Bagas tersenyum manis tanpa
menunjukkan perasaan bersalahnya sedikit pun.
Chelsea terperangah. Nih cowok punya perasaan atau nggak sih?
Chelsea sudah menunggunya hampir setengah jam, tapi sepertinya tidak ada raut
penyesalan dari wajah cowok itu.
“Jangan ngambek! Gue kan udah sering bilang, kalo lo ngambek, muka
lo kayak bebek, tau?” Bagas tertawa kecil.
"Gue ngambek juga gara-gara lo! Tapi lo nggak ngerasa
bersalah gitu!" Chelsea melipat kedua tangannya di depan dada.
"Sekarang alasannya apa lagi? Macet? Ketiduran? Atau lupa lagi? Basi,
tau!" Chelsea makin merengut.
Bagas menghela napas, lalu duduk berlutut di depan Chelsea.
"Maafin gue ya, sayang...," ucapnya sembari meraih kedua tangan
Chelsea dan menggenggamnya lembut.
Tidak ada jawaban dari Chelsea. Menunggu apa yang akan dikatakan
Bagas selanjutnya.
Bagas mengambil sesuatu dari saku celananya. Setangkai mawar
merah. "Buat lo." Bagas memberikan bunga itu pada Chelsea.
Chelsea memutar bola matanya. Selalu saja begitu! Bagas suka
nyogok pakai sesuatu kalau dia berbuat salah. Tujuannya agar Chelsea
memaafkannya.
"Gue nggak suka bunga. Bunga cepat layu, tau?" sahut
Chelsea.
Bagas mengambil sesuatu lagi dari saku celananya. Sebuah cokelat.
Wah... saku celana Bagas sudah seperti kantong ajaibnya Doraemon saja.
"Kalo yang ini gimana?" Bagas menunjukkan cokelat itu.
"Memangnya gue anak kecil yang bisa disogok pake
cokelat?"
"Masih nggak mau maafin gue?"
"Nggak."
Tiba-tiba... cup! Bagas mengecup pipi Chelsea singkat. Chelsea
terperangah dan refleks memegangi pipinya. Dia tidak menyangka kalau Bagas akan
menciumnya.
"Masih ngambek, nggak?" tanya Bagas sambil tersenyum
jail.
"Bagaaassss... apaan sih?? Cari kesempatan aja! Nyebelin!
Nyebelin! Nyebelin!" Chelsea memukul-mukul dada Bagas.
"Aduuuh... iya, ampun, ampun...!" Bagas mencoba
menghindari serangan Chelsea.
Chelsea baru berhenti saat Bagas menahan tangannya.
"Pilih maafin gue atau pilih gue cium lagi?"
Chelsea mengerucutkan bibirnya. Dasar Bagas nggak mau kalah! Kedua
pilihan itu jelas menguntungkan Bagas semua.
"Gue maafin lo," jawab Chelsea setengah hati.
Bagas tersenyum senang. "Nah... gitu dong dari tadi! Makasih,
sayang...," ucapnya sambil mengusap-usap lembut puncak kepala Chelsea.
Chelsea balas tersenyum. Perlakuan Bagas yang seperti inilah yang
membuat hati Chelsea luluh. Makanya Chelsea nggak pernah bisa ngambek lama-lama
sama Bagas.
Bagas berdiri dan duduk di ayunan lain, tepat di sebelah Chelsea.
"Tadi lo belum jawab pertanyaan gue," ucap Chelsea.
"Pertanyaan yang mana?" tanya Bagas bingung.
"Kenapa ngaret lagi?"
"Habis nganter Jihan, adiknya Difa, ke rumah sakit. Tadi Difa
telepon gue, dia panik banget. Soalnya kedua orang tuanya lagi di luar
kota," jelas Bagas.
"Sakit apa? Terus kenapa lo nggak ngabarin gue? Kalo lo
ngabarin gue, kan gue jadi nggak marah-marah sama lo."
"Cuma demam aja kok. Namanya juga orang panik, jadi ya... gue
nggak inget hubungin lo," jelas Bagas lagi. "Udah, jangan ngambek
lagi! Sekarang... mau ke mana, Tuan Putri? Saya siap mengantar Tuan Putri ke
mana saja." Bagas tersenyum.
"Gue mau makan," rengek Chelsea manja.
Bagas tersenyum. "Ya udah, mau makan apa?"
Chelsea berpikir sambil melihat-lihat sekitarnya. "Mmm... gue
mau... makan siomay, makan ice cream, makan gado-gado, sama es campur,"
jawab Chelsea setelah melihat pegadang makanan di sekelilingnya.
Bagas membelalakkan matanya. "Hah? Nggak salah? Sebanyak
itu??" tanya Bagas tak percaya.
"Gue kan lapar gara-gara nungguin lo kelamaan."
"Iya, iya... ya udah, ayo kita makan ice cream dulu!
Biar lo adem, nggak marah-marah mulu," Bagas menggandeng tangan Chelsea
menuju penjual ice cream.
"Gue kan marah-marah gara-gara lo!" Chelsea masih saja
menggerutu.